Selasa, 05 Februari 2008

Lestarikan(Budaya) Minum Captikus


“Sebuah Kutukan Nenek Moyang Minahasa”

Captikus adalah peninggalan nenek moyang Minahasa yang konon di artikan sebagai Budaya sehat serta pegaulan jaman dulu.Nama captikus dipakai untuk mendasari ukuran sebuah arti dan cara orang Minahasa jaman dulu untuk menggunakannya harus dengan takaran cangkir kecil(sloki,grem).Sehingga masyarakat Minahasa dulu sangat memaklumi dan bahkan hampir semua orang tua meminum arak ini sekeder menghangatkan tubuh dari kedinginan dan kelelahan sehabis bekerja. Lama kelamaan captikus dipakai pada acara kemasyarakatan(pesta nikah,duka,pertemuan-pertemuan desa dan untuk menyajikan bagi tamu dari luar kampung ). Waktu itu semua tahu captikus adalah budaya yang patut dipelihara oleh karena baik untuk kesehatan juga dalam bemasyarakat.

Tapi sekarang captikus bukan lagi budaya yang dipakai atau di minun sebagai obat penghangat,obat penghilang rasa lelah,penghilang rasa malu akan tetapi bergeser pemanfaatanya sebagai pemicu keonaran,merusak mental para pemakai,merusak hati/tubuh dan bahkan menjadikan masyarakat terlibat konflik ekonomi keluarga. Bukankah ini sama saja dengan mengkonsumsi narkotika?

Permasalahan captikus sudah pada tahap sangat memprihatinkan. Memang terjadi dilema pada tataran ekonomi rakyat kusus produsen captikus,penjual dan pengedar yang sebetulnya hanya sementara apabila budaya minum ini dapat dicarikan jalan keluar sehingga bukan justru hanya mengancam SDM dan peningkatan ekonomi kusus di masyarakat Minahasa sendiri akan tetapi justru yang lebih penting kedepan kualitas SDM orang Minahasa akan kembali berjaya seperti dulu sehingga otomatis terjadi keseimbagan pola hidup yang serta merta kesejahteraan ekonomi dapat teratasi.

Permasalahan Sosial kemasyarakatan di masyarakat Minahasa ini satu hal mendasar yang harus di cermati dan terus disikapi,dievaluasi baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri.

Pola hidup sekelompok masyarakat dapat menjadikan cerminan bagaimana kedepan yang akan terjadi baik di lingkungan maupun dalam diri anggota masyarakat tersebut.

Budaya memang perlu. Akan tetapi seringkali terjadi pergeseran penafsiran budaya bagi masyarakat yang cenderung membiarkan malah mengadopsi pola hidup/budaya yang justru sedang mengancam kelangsungan tatanan budaya asli masyarakat setempat menuju pada jurang kehancuran mental spiritual sehingga berakibat pada lemahnya sumber daya manusia bahkan sumber daya alam rusak/tergali percuma tanpa arti bagi kepentingan masyarakat itu sendiri.

Bagaimana mungkin akan terwujud cita-cita Sulawesi Utara sebagai daerah tujuan wisata seperti Bali kalau masyarakatnya terus membiarkan pergeseran budaya minum captikus terus menerus terjadi?

Kasus budaya minum captikus seharusnya dikembalikan artinya lagi pada kultur yang sudah berlaku lama pada nenek moyang Minahasa . Minum captikus jangan dilarang akan tetapi bagi mereka pemakai captikus hendaknya memotivasi diri kembali pada aturan dan nilai nilai budaya nenek moyang Minahasa.

Minum captikus sebetulnya adalah sebuah karya budaya yang diwariskan nenek moyang Minahasa, apa bedanya dengan budaya minum Sake di Jepang?apa bedannya minum Wisky di Eropa? Ini semua adalah budaya bukan? Hanya saja di Eropa dan Sake di Jepang betul-betul di manfaatkan sebagaimana mestinya. Sake di gunakan apabila ada perayaan wisuda,menjamu tamu sebagai rasa hormat orang Jepang,sukses dalam bisnis lalu minum Sake bersama.Kita di Minahasa? Apa demikian?Hehe..boro boro, justru kalau ada masalah larilah kita ke Captikus kemudian bikin onar warga sekampung.

Namun kenapa justru masyarakat Minahasa justru tidak melestarikan nilai nilai budaya ini ?

Dimanakah budayawan-budayawati (tou)Minahasa kini?jangan terlalu lama kita memandang eksotisme budaya lain!.Jangan terlalu lama kita merenungi budaya kita sendiri!

Kita yakin bersama kedepan Minahasa akan keluar dari “kutukan” yang telah berlangsung sekian lama hanya karena tidak mengindahkan kultur budaya nenek moyang yang kaya nilai religi dan spiritualitas.

Permasalahannya memang bukan saja pada Captikus, tapi masih banyak lagi karya luhur nenek moyang Minahasa yang sudah dirusak oleh kita sendiri maupun oleh bencana alam dan bencana moral akibat ulah kita juga.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Makace Om Fredy dari so kase komment pa kita pe artikel.
Emang sih pengen kasih yang terbaik buat orang tua, spy kita pe ortu bangga pa dia pe anak2.
Om Fredy kita kerja di cirebon (jawa barat).
Oia sebnrnya kita mo minta tu artikel captikus, tapi kynya ga cocok soalnya pa kita pe blog kebanyakkan artikel2 Rohani jadi kynya ga nyambung...!!
Tapi nanti deh kita edit dulu dia pe kata2 kong kita mo kase maso pa kita pe blog

FRETEW mengatakan...

Oc kel,,eh sori baru ta balas nana pe komment.tita kwa masi ja balA-jar katu di webblok..mda3an kedepn tita mkin sring buka no..SUKSES FOR NANA EN sori (kamu MEYKEL) hehe tggl cirbon jau kang deng MOGO..kta dengar so ada kumtua baru disna SUMIGAR.